Minggu, 21 September 2014

WISATA SEJARAH WAKATOBI

1.       Masjid Agung Bente



Adalah merupakan sebuah peninggalan dan salah satu fakta sejarah masa lampau yang memiliki keunikan tersendiri. Berada ditengah-tengah Benteng Tua seluas tujuh hektar di atas bukit Desa Ollo. Masjid Agung Bente didirikan kurang lebih pada tahun 1401, oleh seorang haji yang bernama H. Pada  merupakan pesiar yang terdampar di Kaledupa karena pada zaman dulu terdapat beberapa pesohor dari Nusa Tenggara Timur yang dua perahu terdampar di Buton dan Kaledupa. H. Pada yang menurut cerita adalah haji yang sembahyang di atas pada (alang-alang) dan sebagaian juaga menafsirkan bahwa H. Pada adalah Haji yang berasal dari Padang.
Pada saat mendirikan Mesjid ada seorang gadis yang berpakaian adat (anak tunggal yang perawan ) dikubur hidup-hidup ditengah mesjid menjadi simbol pusat dari masjid. Masjid Agung Bente telah mengalami renovasi. Bentuk awal dari masjid tersebut beratap alang-alang dan mempunyai satu tiang penyangga. Namun setelah terjadi kebakaran atap masjid diganti atap seng dan tiang penyangga tengahnya empat tiang. Stukur dinding masjid terbuat dari campuran batu dan kapur. Pemugaran perrtama pemugaran pondasi pada tahun 80-an, sedangakan pemugaran lantai dilakukan pada tahun 1995. Jumlah ruas kayu yang ada dalam masjid menggambarkan jumlah tulang yang ada pada manusia. Pintu masuk : tangga Masjid Agung Bente menggambarkan dua kaki manusia sedangkan di depan pintu masuk masjid terdapat beberapa batu yang diletakan sebagai lantai masjid, menggambarkan organ dalam manusia, seperti hati, paru-paru, limpa dan lain-lain. Dibagian depan teras masjid trdapat dua goje-goje (serambi/saung) yaitu tempat bermusyawarah “sarah” dari dua Limbo yaitu sebelah selatan tembat duduknya sarah dari Umbosa dan sebelah timur tempat duduknya sarah dari Slova. Dikedua pinggir tangga masjid terdapat dua buah guci tua tempat mengambil air wudhu. Dulu, kerajaan kaledupa terdiri dari sembilan Limbo, menggambarkan sembilan lubang yang terdapat pada tubuh manusia. terbagi atas lima Limbo dalam benteng dan empat Limbo di luar benteng. Masjid Agung Bente mempunyai dua khotib Umbosa, Siopa dan satu imam. Pembacaan khotbah sama denganpelaksanaan pembacaan khotbah di Masjid Keraton Buton, yaitu pengkhotbahnya memakai jubah dan tongkat serta naskah khotbah digulung. Tiap khotbah kedua menerangkan keadaan kesultaan Buton. Masjid Agung Bente memiliki ukuran panjang pondasi seluruhnya 20 m, lebar pondasi 17,80 m, tinggi pondasi 2 m, panjang bangunan masjid 13,40 m, Lebar bangunan Masjid 13,20 m, dan tinggi bangunan 2 m.

2.       Benteng Liya dan Masjid Keraton Liya



Benteng Liya terletak di Desa Liya Togo Kec. Wangi-Wangi Selatan. Benteng Liya terdiri dari empat lapis dengan 12 Lawa (Pintu), 12 lawa tersebut merupakan pintu keluar yang digunakan masyarakat kerajaan untuk berinteraksi dengan masyarakat sekitarnya.
Benteng Liya dibangun 1538 M atau Abad ke 15 pada masa Syekh Abdul Wahid di atas bukit, jarak benteng dari pinggir laut adalah sekitar 1,5 km. Dengan bentuk jalan yang menyerupai angka 9. Dari benteng terlihat jelas wilayah laut utara, timur dan selatan. Di dalam benteng terdapat Masjid Keraton Liya yang berjarak 8 Km atau 15 menit dari Ibukota Kabupaten, dapat ditempuh menggunakan alat transportasi roda dua dan empat.

3.       Mercusuar



Mercusuar ini dibangun 1901 pada masa penjajahan Belanda. Bangunan masih asli dengan tekstur Belanda. Tujuan dibangun mercusuar ini adalah terciptanya keselamatan pelayaran, karena telah banyak kapal karam di laut wangi-wangi menabrak karang maupun daratan. Pada saat itu tterdapat Kristal sebagai sinar pantulan penunjuk arah navigasi kapal, namun telah diambil oleh perhubungan laut Makasar dan sekarang diganti dengan cahaya petromax.
Lokasi objek wisata ini ada di Desa Waha Kecamatan Wangi-Wangi, dengan jarak ± 8 Km atau dari Ibukota Kabupaten dan dapat ditempuh dengan kendaraan roda dua ± 15 menit. Tinggi Mercusuar ini ± 30 meter dari atas tanah dan 150 meter dari permukaan laut. Dari atas puncak Mercusuar kita dapat melihat Pemandangan Alam Matahari Terbit (Sunrise), pesona pantai Waha, perkampungan penduduka Waha, perkebunan dan beberapa resort seperti Patuno Beach Resort.

4.       Benteng Patua

Benteng Patua adalah salah satu situs sejarah kebudayaan masyarakat Tomia. Benteng tersebut berada di Desa Patua II Kecamatan Tomia, dapat ditempuh dengan kendaraan roda dua dan roda empat ± 15 Menit dari ibukota kecamatan. Benteng Patua berada di atas perbukitan. Benteng Patua menghadap ke arah Pulau Lente’a di Sebelah Timur Pulau Kaledupa. Benteng Patua mempunyai lima Lawa (Pintu), ada Hanta Baruga(tempat pertemuan), Makam Tua berbentuk segi empat, Badili (meriam) dan beberapa makam lainnya.
Di dalam benteng juga ditumbuhi beberapa pohon seperti beringin, kaktus,  dan tumbuhan lainnya. Dahulu benteng ini digunakan sebagai tempat pertahanan dan pemukiman penduduk. Dari atas benteng para wisatawan dapat menyaksikan pemandangan alam dan tampak jelas Pulau Kaledupa dari atas benteng.

5.       Makam Tua dan Kamali

Makam Tua dan Kamali berada di Desa Pale’a Kecamatan Kaledupa Selatan. Makam tua  ini merupakan makam yang dikeramatkan oleh masyarakat setempat, karena makam ini adalah makam Bontona Kaledupa dan Haji Padha. Bontona Kaledupa merupakan orang yang memimpin pemerintahan Barata Kahedupa, yang dilantik oleh Sultan Buton untuk menjaga wilayah Kesultanan Buton dari serangan  dari arah bagian timur Pulau Buton. Sedangkan Haji Padha adalah orang yang pertama menyiarkan agama Islam di Pulau Kaledupa.

Di Makam Tua ini terdapat Rumah Adat Kamali. Rumah Adat tersebut memiliki luas ± 3 x 4 meter, terbuat dari kayu dengan dinding dari bambu. Rumah Adat berbentuk panggung, menggunakan atap daun rumbia. Di bagian atas atap terdapat kayu yang menggambarkan kepala naga. Menurut cerita masyarakat, dahulu Kamali di huni oleh lafero (ular besar).

1 komentar:

  1. bagus juga wisata sejarah klo ke wakatobi

    http://www.marketingkita.com/2017/08/taking-order-dalam-ilmu-marketing.html

    BalasHapus