Selain wisata alam dan budaya, di Wakatobi juga terdapat beberapa wisata atraksi yang dapat membuat anda betah berlama-lama di wakatobi. Berikut beberapa wisata atraksi yang dapat di saksikan dan nikmati saat berada di wakatobi :
1.
Tari
Lariangi
Tari Lariangi merupakan bentuk tarian
hiburan bagi masyarakat, tarian ini biasanya dimainkan oleh dua belas orang
gadis remaja desa setempat. Setiap desa memiliki versi yang berbeda baik itu
gerakan dan nyanyianya. Hal ini disebabkan oleh perbedaan guru tari lariangi.
Tarian ini sangat eksotik terutama kostumnya. Nama kostum tarian ini sama
dengan nama tarian yaitu Lariangi. Lariangi terdiri dari dua suku kata. Lari
dan Angi. Lari berarti menghias atau mengukir. Angi berarti orang-orang yang
berhias dengan berbagai ornamen untuk menyampaikan informasi, dengan maksud
untuk memberikan nasehat. Dulunya, Lariangi dimainkan di istana raja yang
berfungsi sebagai penasehat mengingat semua gerakan dan nyanyianya berisi
nasehat serta masalah-masalah hidup. Karena itu, Lariangi diwujudkan dalam
gerakan dan nyanyian. Mereka bernyanyi dengan menggunakan bahasa Kaledupa kuno.
Saat ini, bahasa ini sudah tidak dipergunakan dalam percakapan sehari-hari. Klimaks tari lariangi ada dibagian
akhir tarian yaitu gerakan yang dinamakan dengan ngifi. Ngifi
dilakukan oleh dua orang penari lelaki. Mereka menari mengelilingi dua
orang penari perempuan. Ini mengandung maksud, para lelaki, dalam kondisi
apapun harus tetap melindungi para perempuan.
2.
Tari Balumpa
Tari Berasal dari daerah Binongko.
Tarian ini menggambarkan kegembiraan penari sebagai salah satu bentuk
penyambutan atas kedatangan tamu dari luar yang datang ke daerah mereka. Tarian
ini menceritakan tentang sekelompok gadis cantik yang sedang berdendang
diiringi lagu daerah dan menggunakan alat musik gambus. Keindahan tarian
balumpa terlihat saat para penari sedang berdendang dengan hati yang tulus dan
memahami gerakan yang dilakukan. Tarian ini biasa dibawakan oleh enam atau
delapan orang, ada yang berpasangan laki-laki perempuan dan juga
perempuan-perempuan. Di wakatobi tarian balumpa ditampilkan saat penyambutan
datangnya tamu agung dari luar dan dalam negri.
3.
Tari
pakenta-kenta
Menurut
cerita, pada suatu saat dikala rombongan penangkap ikan kembali ke darat,
parika atau ketua rombongan mereka duduk sambil memikirkan bagaimana acara
menghibur anak buahnya, setelah berhari-hari mereka diamuk ombak di atas laut
mencari ikan untuk kehidupannya. Maka terpikirlah ia untuk menciptakan suatu
tari yang erat hubungannya dengan kehidupan mereka sehari-hari. Tari
pakenta-kenta, diciptakan di wanci, kecamatan wangi-wangi, disekitar abad ke-16
oleh seorang parika yaitu seorang ketua rombongan atau kelompok penangkap ikan.
Isi tarian tersebut menggambarkan tradisi kehidupan sebagian masyarakat di
daerah wakatobi yang bermata pencaharian sebagai nelayan. Tari tersebut digelar
para acara-acara kampung, adat, karia (sunatan), perkawinan, bahkan sengaja
dipanggil untuk meramaikan suasana dan merupakan saran untuk saling mengenal,
berinteraksi, dan beradapatasi. Tari ini termasuk suatu sandra tari yang
menggambarkan bagaimana tradisi orang wanci, kaledupa, tomia, dan binongko
dalam kehidupan mereka sebagai nelayan.
4. Tari
Sombo Bungkale
Tari
Sombo Bungkale merupakan tari tradisional Kecamatan Kaledupa Selatan. Tarian
ini dilakoni oleh penari gadis cantik sebanyak 12 orang. ditampilkan sesudah
selesai melakukan hajatan. Tari Sombo
Bungkale ini menggambarkan proses sombo atau pingit, tersebut dianggap telah suci dan di
beri gelar ”kalambe” atau
wanita dewasa.
5.
Tari posepa’a
“Posepa’a”
diambil dari bahasa masyarakat Liya Wakatobi yang berarti baku
tendang atausepak- menyepak. Posepa’a merupakan Seni
Budaya Tradisional Liya Wakatobi yang dilaksanakan atau diperagakaan
setiap bulan suci ramadhan setiap sore hari menjelang buka puasa sebagai acara
rutin masyarakat dalam lingkungan keraton Liya. Dalam tradisi ini biasanya
diawali dengan tarian perang “Honari Mosega” yang diatrasikan oleh
pemangku Adat Suku Liya Wakatobi. Tarian sebagai symbol perang melawan hawa
nafsu selama bulan ramadhan. Barulah selesai tarian perang ini, seni budaya
tradisional pospa’a (baku tendang) dimulai. Seluruh kalangan masyarakat
dapat mengikut serta dalam tradisi posepa’a ini. Selain itu, tidak ada aturan
dalam hal pakaian yang digunakan pada saat mengikuti tradisi posepa’a selain
hanya kain sarung yang dikalungkan dibahu saja.
Aturan
dalam seni budaya posepa’a ini adalah tidak diperbolehkan menggunakan tangan
untuk memukul. Peserta dalam tradisi ini adalah dua kelompok lelaki yang saling
berhadapan sambil memegang tangan anggota kelompoknya dan salin
menendang. Tidak ada pemenang dalam adu tendangan ini. Jika dinilai terlalu
keras, pemangku adat akan segera menghentikan adu fisik ini dan dilanjutkan
dengan saling memaafkan agar tak ada dendam di antara mereka. Warga Suku
Liya Wakatobi percaya seni tradisi posepa’a perlu dipertahankan karena
dapat bertujuan memelihara persaudaraan, juga budaya saling memaafkan.
makasih bro..
BalasHapuspenmapilan disana emg bagus bagus
BalasHapushttp://www.marketingkita.com/2017/08/taking-order-dalam-ilmu-marketing.html