Minggu, 21 September 2014

CAMILAN / MAKANAN RINGAN KHAS WAKATOBI


Selain Kerajinan Tangan, cemilan atau makanan Ringan Khas Wakatobi juga dapat anda bawa pulang sebagai oleh-oleh setelah berkunjung/liburan di Wakatobi.

v  Karasi



Salah satu camilan khas wakatobi yang terbuat dari tepung beras, gula, air. Adonan seperti kue dadar yang cukup cair. Cara pembuatan yang unik karna adonan dimasukkan secukupnya kecetakan menggunakan tempurung kelapa yang telah di lubangi seperti saringan santan, dengan tujuan agar adonan keluar seperti helaian rambut. Nikmat di nikmati dengan teh / kopi.

v  Baruasa



Baruasa adalah kue kering khas Sulawesi. Terbuat dari campuran tepung beras, kelapa yang telah disangrai, kacang tanah, kuning telur, gula aren, mentega dan kayu manis. Dibentuk bulatan lalu dipanggang di oven.

v  Abon



Abon khas Wakatobi khas wakatobi, lain dari pada yang lain karna ikan yang digunakan untuk membuat abon masih sangat segar dan biasanya dipanggang/direbus/dikukus terlebih dahulu untk memisahkan daging ikan dari tulangnya lebih mudah. Setelah itu daging ditumbuk bersama bumbu-bumbu.

v  Ikan Dole
Ikan dole adalah semacam nugget ikan khas Wakatobi dengan memiliki cita rasa yang berbeda karena bumbu yang digunakan ditambahkan perasan jeruk lemon atau asam untuk menambahkan sedikit sensasi asam pada ikan.

v  Bapel



Bapel adalah kue bolu khas wakatobi yang biasanya berbentuk love. Dan proses pemanggangan di atas bara api sehingga memberikan rasa dan aroma yang lebih nikmat.

KERAJINAN TANGAN KHAS WAKATOBI

Selain Keindahan bawah laut dan enaknya makanan dari Wakatobi, Wakatobi punya beberapa kerajinan tangan nih, cocok banget buat buat oleh-oleh atau buah tangan.

1.       Kain Tenun/Homoru



Kerajinan Homoru adalah kerajinan rumah tangga pembuatan Sarung Tradisional Khas Wakatobi. Bahan yang digunakan Alat Tenun Tradisional, Benang berbagai Warna.Motif yang sering digunakan adalah Motif Leja,Katamba dan Kasopa.

2.       Anyaman
Seni Anyaman yang diproduksi oleh masyarakat Wakatobi kebanyakan terbuat dari Bambu ataupun Lidi tergantung pada bentuk dan kebutuhan yang diinginkan oleh para pembeli.

3.       Kerajinan Tempurung Kelapa



Kerajinan Tempurung Kelapan terdapat di Pulau Tomia tepatnya pada Masyarakat Waitii dengan jarak ± 3 km dari Kec.Tomia.  Kerajinan ini dibuat dalam berbagai bentuk seperti Alat Dapur, Hiasan Ruang Tamu dll. Bahan yang digunakan adalah Tempurung Kelapa dan Kayu dan diplitur.

4.       Kerajinan Tukang Besi
Kerajinan ini dapat ditemukan pada setiap titik daerah di Kepulauan Binongko, dilakukan oleh kurang lebih 3 orang. Hasil kerajinan dipasarkan sampai di daerah-daerah yang ada diWakatobi.Jenis Parang dan pisau dapat dibuat sesuai pesanan pelanggan. Parang dan pisau Hasil Kerajinan Masyarakat Binongko ini dipasarkan keseluruh Bagain TImur Indonesia.

5.       Gelang dan Cincin dari kulit penyu




Di Desa Sampela juga terdapat pengrajin cinderamata yang produksinya dilakukan di rumahnya sendiri. Cinderamata yang ada adalah berupa cincin dan gelang dengan bahan utamanya adalah kulit penyu. Biasanya pengrajin menangkap penyu hanya untuk mengambil lapisan kulit teratasnya. Setelah itu, penyu akan dibiarkan lepas bebas. Pembuatannya sendiri terbilang mudah dengan proses awal adalah pengguntingan untuk akhirnya dilakukan teknik pengasapan dengan hanya menggunakan rokok atau lilin, untuk membentuk gelang dan cincin. Menurut kepercayaan masyarakat, cincin tersebut bisa dijadikan sebagai alat tolak bala. “Jika ada seseorang yang ingin meracuni lewat minuman, maka ketika memegang gelas, cincin ini akan pecah sebagai penanda firasat buruk,” begitulah kepercayaan warga setempat.

WISATA KULINER

Wisata kuliner di wakatobi sangat memanjakan lidah bagi peminat makanan hasil laut yang masih segar diolah menjadi beraneka macam masakan. Serta makanan pengganti nasi yang menggugah selera makan.

Ø  Kasuami dan Hugu-hugu



Kasuami ibarat nasi bagi masyarakat wakatobi. Tidak jarang bahkan mereka lebih suka meyantap kasuami dibandingkan nasi. Kasuami adalah makanan pokok Wakatobi yang berupa singkong yang diparut/digiling dan disaring sehingga tinggallah ampasnya. Ampasnya ini pun masih lagi diperas dengan cara dipukul pukul hingga tidak ada airnya lalu dibentuk menjadi segitiga dengan menggunakan cetakan yang terbuat dari daun kelapa yang sudah kering dan dikukus. Ada satu lagi jenis kasuami yang berbentuk oval/persegi panjang yang dilumuri dengan minyak dan terdapat bawang goreng yang dinamakan kasuami pepe. Makanan ini dapat dibeli di hampir semua pelosok wakatobi dengan kisaran harga Rp.3.000-Rp.4000. Rasanya seperti nasi yaitu sedikit hambar dan biasa dimakan dengan ikan.
Kondisi tanah di wakatobi yang berupa batu karanglah yang menyulitkan penduduk menanam beras sehingga mengalihkan mereka untuk mencari pengganti nasi. Tetapi ini justru membawa berkah karena kasuami dikatakan dapat bertahan lama hingga 1 minggu sehingga sangat cocok  dijadikan bekal untuk para masyarakat yang pergi melaut.

Ø  Ikan Parende



Ikan ini hanya dapat ditemukan di wilayah Wakatobi dan sekitar pulau sulawesi. Namun hanya sebutannya saja yang berbeda beda. Ikan ini merupakan makanan paling pas untuk menikmati kasuami. Untuk cara memasaknya sama dengan ikan lainnya yakni dipotong potong terlebih dahulu tetapi bumbu ikan parende hanya menggunakan bawang merah, bawang putih, asam muda, serai dan kunyit serta garam secukupnya

Ø  Luluta
Luluta atau biasa dikenal dengan sebutan nasi bambu adalah beras yang dibungkus dalam daun pisang yang kemudian dimasukkan ke dalam bambu untuk kemudian dibakar ujung bawahnya hingga beras tersebut matang didalamnya. Biasanya mereka menggunakan beras putih dan beras merah tetapi tidak dicampur dalam satu bambu.

Ø  Hebatu

Hebatu adalah teknik memasak menggunakan batu. Yang dimasak adalah singkong yang telang diparut lalu dicampur gula merah dan kelapa parut dinamakan tombole. Jadi pertama tama kita menyiapkan tombole tersebut. Kemudian panaskan batu karang yang banyak dijumpai di wakatobi. Ketika cukup panas maka batu ditumpuk menjadi segitiga. Saking panasnya, masyarakat harus menggunakan batang pisang untuk mengangkat / menjepit / mengeser batu sesuai tatanan segitiga tersebut. Setelah dibentuk, tombole disusun di sisi sisi batu panas tersebut. Setelah itu, tombole dan batu ditutup dengan daun pisang agar panas batu berpindah ke tombole dan membuatnya matang. Tunggu beberapa menit dan makanan siap dihidangkan.

Ø  Perangi
Perangi atau Wisman suka menyebutnya sashimi ala wakatobi adalah makanan yang terbuat dari daging ikan karang mentah segar bersih dan tanpa darah yang di cincang / dipotong dadu kecil-kecil lalu di campur dengan jeruk nipis, garam, dan bumbu kemudian diremas-remas dengan tujuan agar tekstur ikan lebih lebih mudah untuk dimakan dan tidak amis. Biasanya Wisman lebih suka daging ikan yang sudah bersih hanya di rendam beberapa menit / hanya dicelupkan saja kedalam perasan jeruk nipis yang telah dicampur bumbu.

Ø  Makanan hasil laut




Aneka hasil laut (bulu babi, kerang mutiara/kima, kerang, siput, teripang/timun laut, dll) yang sering di jadikan pengganti lauk oleh masyarakat wakatobi. Biasanya hanya di rebus atau dimakan mentah dan di tambah jeruk nipis untuk menghilangkan bau amis. Tetapi sekarang hasil laut tersebut dapat dijadikan beraneka ragam masakan seperti kerang saus tiram, hasil laut dapat ditumis dan di buat sup.

Ø  Kapusu Nosu



Makanan khas lainnya yang cukup terkenal di wilayah Buton dan Wakatobi, yakni kapusu nosu. Bahan utama makanan ini berupa jagung tua yang memang mudah didapatkan di sana. Masyarakat Buton dan Wakatobi, biasanya memiliki ladang yang di tanami singkong atau jagung. Jadi seperti membuat kasoami yang berbahan baku singkong, pembuatan kapusu nosu pun tidak terlalu sulit, karena bahan dasarnya mudah didapatkan. Makanan kapusu nosu menjadi salah satu favorit selain kasoami. Cari membuatnya pun sangat sederhana. Pertama perlu dikumpulkan bahan-bahan berupa jagung tua, santan kelapa dan garam secukupnya. Jika takaran jagung tua banyaknya 1 kg, maka santan kelapanya cukup 750 cc.
Proses pembuatannya dimulai dengan penumbukan jagung. Biar lebih mudah bantu dengan sedikit air. Jagung yang sudah ditumbuk kemudian direbus hingga terlihat lunak. Air rebusan jagung kemudian dibuang. Sebelum dimasak, campurkan santan kental bersama jagung. Sambil menunggu proses masak aduk terus dan beri garam secukupnya. Setelah terlihat mengental, baru diangkat. Kapusu nosu lebih nikmat disantap bersama ikan kering dan sambal terasi.

Ø  Otak – otak
Kuliner yang satu ini di jamin membuat anda ketagihan jika sudah mencobanya. Karena otak-otak khas Wakatobi adalah otak-otak paling enak. Otak-otak ini dibuat dari ikan atau sotong (cumi) yang masih segar karena baru ditangkap dari laut.  Tekstur otak-otak di sini tidak kenyal tetapi agak lembut karena tidak terlalu banyak memakai tepung sagu. Dengan dibungkus daun kelapa dan daun pisang, aroma otak-otak khas Wakatobi yang telah dipanggang sangat khas dibandingkan dengan otak-otak-otak dari daerah lainnya. Harum baunya langsung menyergap hidung begitu pertama kita membuka bungkusnya.

WISATA ATRAKSI WAKATOBI


Selain wisata alam dan budaya, di Wakatobi juga terdapat beberapa wisata atraksi yang dapat membuat anda betah berlama-lama di wakatobi. Berikut beberapa wisata atraksi yang dapat di saksikan dan nikmati saat berada di wakatobi :

1.     Tari Lariangi

Tari Lariangi merupakan bentuk tarian hiburan bagi masyarakat, tarian ini biasanya dimainkan oleh dua belas orang gadis remaja desa setempat. Setiap desa memiliki versi yang berbeda baik itu gerakan dan nyanyianya. Hal ini disebabkan oleh perbedaan guru tari lariangi. Tarian ini sangat eksotik terutama kostumnya. Nama kostum tarian ini sama dengan nama tarian yaitu Lariangi. Lariangi terdiri dari dua suku kata. Lari dan Angi. Lari berarti menghias atau mengukir. Angi berarti orang-orang yang berhias dengan berbagai ornamen untuk menyampaikan informasi, dengan maksud untuk memberikan nasehat. Dulunya, Lariangi dimainkan di istana raja yang berfungsi sebagai penasehat mengingat semua gerakan dan nyanyianya berisi nasehat serta masalah-masalah hidup. Karena itu, Lariangi diwujudkan dalam gerakan dan nyanyian. Mereka bernyanyi dengan menggunakan bahasa Kaledupa kuno. Saat ini, bahasa ini sudah tidak dipergunakan dalam percakapan sehari-hari. Klimaks tari lariangi ada dibagian akhir tarian yaitu gerakan yang dinamakan dengan ngifiNgifi dilakukan oleh dua orang penari lelaki. Mereka menari mengelilingi dua orang penari perempuan. Ini mengandung maksud, para lelaki, dalam kondisi apapun harus tetap melindungi para perempuan.

2.     Tari Balumpa 
Tari Berasal dari daerah Binongko. Tarian ini menggambarkan kegembiraan penari sebagai salah satu bentuk penyambutan atas kedatangan tamu dari luar yang datang ke daerah mereka. Tarian ini menceritakan tentang sekelompok gadis cantik yang sedang berdendang diiringi lagu daerah dan menggunakan alat musik gambus. Keindahan tarian balumpa terlihat saat para penari sedang berdendang dengan hati yang tulus dan memahami gerakan yang dilakukan. Tarian ini biasa dibawakan oleh enam atau delapan orang, ada yang berpasangan laki-laki perempuan dan juga perempuan-perempuan. Di wakatobi tarian balumpa ditampilkan saat penyambutan datangnya tamu agung dari luar dan dalam negri.

3.     Tari pakenta-kenta
Menurut cerita, pada suatu saat dikala rombongan penangkap ikan kembali ke darat, parika atau ketua rombongan mereka duduk sambil memikirkan bagaimana acara menghibur anak buahnya, setelah berhari-hari mereka diamuk ombak di atas laut mencari ikan untuk kehidupannya. Maka terpikirlah ia untuk menciptakan suatu tari yang erat hubungannya dengan kehidupan mereka sehari-hari. Tari pakenta-kenta, diciptakan di wanci, kecamatan wangi-wangi, disekitar abad ke-16 oleh seorang parika yaitu seorang ketua rombongan atau kelompok penangkap ikan. Isi tarian tersebut menggambarkan tradisi kehidupan sebagian masyarakat di daerah wakatobi yang  bermata pencaharian sebagai nelayan. Tari tersebut digelar para acara-acara kampung, adat, karia (sunatan), perkawinan, bahkan sengaja dipanggil untuk meramaikan suasana dan merupakan saran untuk saling mengenal, berinteraksi, dan beradapatasi. Tari ini termasuk suatu sandra tari yang menggambarkan bagaimana tradisi orang wanci, kaledupa, tomia, dan binongko dalam kehidupan mereka sebagai nelayan.

4.     Tari Sombo Bungkale
Tari Sombo Bungkale merupakan tari tradisional Kecamatan Kaledupa Selatan. Tarian ini dilakoni oleh penari gadis cantik sebanyak 12 orang. ditampilkan sesudah selesai melakukan hajatan. Tari Sombo Bungkale ini menggambarkan proses sombo atau pingit, tersebut dianggap telah suci dan di beri gelar ”kalambe” atau wanita dewasa.

5.     Tari posepa’a

Posepa’a” diambil dari bahasa masyarakat Liya Wakatobi yang berarti baku tendang atausepak- menyepak. Posepa’a merupakan Seni Budaya Tradisional Liya Wakatobi yang dilaksanakan atau diperagakaan setiap bulan suci ramadhan setiap sore hari menjelang buka puasa sebagai acara rutin masyarakat dalam lingkungan keraton Liya. Dalam tradisi ini biasanya diawali dengan tarian perang “Honari Mosega” yang diatrasikan oleh pemangku Adat Suku Liya Wakatobi. Tarian sebagai symbol perang melawan hawa nafsu selama bulan ramadhan. Barulah selesai tarian perang ini, seni budaya tradisional pospa’a (baku tendang) dimulai. Seluruh kalangan masyarakat dapat mengikut serta dalam tradisi posepa’a ini. Selain itu, tidak ada aturan dalam hal pakaian yang digunakan pada saat mengikuti tradisi posepa’a selain hanya kain sarung yang dikalungkan dibahu saja.

Aturan dalam seni budaya posepa’a ini adalah tidak diperbolehkan menggunakan tangan untuk memukul. Peserta dalam tradisi ini adalah dua kelompok lelaki yang saling berhadapan sambil memegang tangan anggota kelompoknya  dan salin menendang. Tidak ada pemenang dalam adu tendangan ini. Jika dinilai terlalu keras, pemangku adat akan segera menghentikan adu fisik ini dan dilanjutkan dengan saling memaafkan agar tak ada dendam di antara mereka. Warga Suku Liya Wakatobi percaya seni tradisi posepa’a  perlu dipertahankan karena dapat bertujuan memelihara persaudaraan, juga budaya saling memaafkan.

WISATA BUDAYA WAKATOBI

1.      Prosesi Duata



Prosesi Duata adalah Ritual Adat Suku Bajo. Duata adalah saduran dari kata Dewata, dalam keyakinan masyarakat bajo, Duata adalah Dewa yang turun dari langit dan menjelma dalam kehidupan manusia. Tradisi Duata adalah puncak dari segala upaya pengobatan tradisional suku Bajo. Duata berlangsung jika ada salah satu kerabat suku mengalami sakit keras dan tak lagi dapat disembuhkan dengan cara lain termaksud pengobatan medis.
Dalam prosesi Duata yang digelar pada pelaksanaan Festival Budaya Wakatobi, sejumlah tetua adat sengaja menyempatkan waktunya berkumpul dalam suasana pengobatan. Terbentuklah suatu ruangan dengan ukuran sekitar 2 meter persegi. Dihiasi dengan janur kuning di bagian atasnya, meski tanpa pagar. Ada pula “Ula-Ula” bendera lambing kebesaran suku bajo yang diyakini membawa keberkahan. Tetua adat yang didominasi wanita lanjut usia meramu berbagai jenis pelengkapan ritual. Ada beras berwarna warni yang dibentuk melingkar di atas daun pisang, ini melambangkan warna-warni sifat yang dimiliki manusia. Ada pula pembakaran dupa untuk mengharumkan sekitar pelaksanaan kegiatan, daun sirih, kelapa dan pisang. Setelah semua bahan teracik sesuai dengan kebiasaan sebelumnya, orang orang yang akan diobati digiring menuju laut. Sepanjang perjalanan lagu lilligo tak pernah putus dinyanyikan, demikian dengan tabuhan gendang. Dibarisan terdepan berjajar delapan orang gadis cantik berpakaian adat tak berhenti menggerakan badannya dan menggetarkan hatinya sambil menari Ngingal.
Di atas perahu semua peserta juga harus menari Ngigal untuk menyemangati orang yang sakit agar kembali menemukan semangat hidupnya. Sementara tetua adat melakukan prosesi larungan. Prosesi Duata juga melibatkan pisang dan beberapa perlengkapan tidur, baik berupa bantal dan tikar. Menurut cerita prosesi ini dilakukan untuk memberi makan saudara kembar si sakit yang berada di laut. Dalam kehidupan masyarakat Bajo, mereka percaya, bahwa setiap kelahiran anak pasti bersama kembaran yang langsung hidup di laut. Sehingga jika salah satu diantara mereka menderita sakit keras, sebagian semangat hidup orang itu telah diambil oleh saudara kembarnya yang disebut Kakak untuk dibawa menemaninya ke laut, dan sebagian lagi menjadi pendamping dewa untuk mengarungi langit ke tujuh. Usai pelarungan, orang sakit dan tetua adat kembali ke tempat semula. Orang yang sakit akan kembali melalui beberapa prosesi pengobatan seperti mandi dengan bunga pinang atau di sini terkenal dengan nama mayah. Proses ini berguna untuk membersihkan penyakit yang ada dalam tubuh dan mengusir roh jahat. Selain itu, tetua adat juga akan mengikatkan benang di lengan yang sakit, konon benang ini berasal dari langit ketujuh yang dibawa turun oleh tujuh bidadari sebagai obat. Dari benang yang sebelumnya tersimpan dalam cangkir, tetua adat dapat mengetahui apakah yang sakit ini masih dapat sembuh atau tidak.
Untuk menguji kesembuhan, salah satu tetua adat akan menancapkan keris tepat diatas ubun-ubun orang yang sedang dalam pengobatan. Selanjutnya orang sakit tersebut di putari sebanyak beberapa kali oleh tetua adat sambil membawa keris yang terhunus. Kekuatan mental langsung diuji seketika itu juga. Pengujian kesembuhan ini juga dilakukan dengan cara mengadu dua ekor ayam jantan. Jika ayam si sakit menang maka itu berarti si sakit telah sembuh. Selanjutnya si sakit akan menghambur-hamburkan beras sebagai wujud kegembiraan, karena telah terbebas dari penyakit yang dideritanya. Sementara keluarga dan sanak saudara bersorak dengan meriah merayakan kesembuhan si sakit.

2.      Upacara Adat Kabuenga



Adalah salah satu perayaan lokal yang bahkan katanya telah diadakan sejak zaman kerajaan Buton. Kabuenga sendiri adalah ayunan besar yang dapat diduduki oleh perempuan dan laki-laki dewasa dimana mereka percaya bahwa pasangan yang diayun adalah berjodoh. Oleh sebab itu yang mengayunkanpun sambil memanjatkan do’a dan nyanyian untuk mendo’akan pasangan tersebut, kabuenga ini diadakan karena pemuda lokal yang notabenya adalh pelaut sulit memiliki waktu untuk bersosialisasi sehingga mereka kesulitan mencari pasangan sehingga diadakan kabuenga untuk mengatasi hal ini.
Prosesi kabuenga dimana para gadis dalam balutan pakaian adat bersama para ibu mereka dituntun dan berjalan mengelilingi arena kegiatan sambil menyanyikan lagu kadhandiyo untuk beberapa kali. Sehubungan dengan prosesi, para gadis menyuguhkan minuma dalam takaran tertentu kepada tamu yang diundang. Tamu dengan spontan akan menghargai minuman dengan memberi sejumlah uang dalam amplop yang tertutup. Setelah prosesi itu selesai, anak-anak muda membagikan bingkisan kepada sejumlah gadis kecil peserta kabuenga yang biasa mengambil tempat di tengah arena. Setelah itu acar yang ditunggu-tunggupun berlangsung, para orang tua lalaki akan memberikan sejumlah uang atau membawa bahan makanan untuk diberikan kepada sang gadis pujaan sang pemuda. Maka berarti sang pemuda mencintai sang gadis. Acara kabuenga diakhiri dengan mengayun pasangan muda-mudi yang diketahui saling mencintai, mereka diayunkan oleh para orang tua dan disaksikan oleh pengunjung. Konon mantra “kabuenga” sangat manjur sehingga dipercaya bagi pasangan yang duduk bersama dan diayun akan berjodoh.

3.      Upacara Adat Karia’a



Upacara adat karia’a merupakan salah satu tradisi suku buton wakatobi yang dilakukan sejak 1918. Biasanya dilakukan disebuah lapangan terbuka, ditandai dengan suara nyanyian dari sekelompok ibu-ibu. Seluruh peserta perayaan karia’a akan mendapatkan bagian dari syara (pemimpin upacara karia’a). kemudian, semua peserta upacara akan menuju batanga (tempat perayaan) dari rumah mereka masing-masing dengan menggunakan kansoda’a ( usungan yang terbuat dari bamboo atau besi ). Perayaan karia’a dilakukan dengan arak-arakan keliling kampong, uniknya dalam perayaan karia’a yang diusung bukanlah anak laki-laki yang telah disunat melainkan anak perempuan yang telah didandani dengan pakaian adat daerah dan setiap usungan berisi tiga sampai lima anak perempuan lalu diusung oleh empat sampai sepuluh laki-laki dewasa. Arak-arakan karia’a boleh juga diikuti oleh laki-laki dewasa yang sudah disunat tapi belum pernah mengikuti perayaan karia’a sebelumnya.

4.      Upacara Adat Mbule-mbule
Adalah upacara meraung hasil bumi ke laut yang dilakukan oleh masyarakat Desa Mandati. Berbagai hasil bumi itu diantaranya : padi, jagung dan pisang. Sebelum dilarung ke laut ada dua hal yang harus dilakukan. Pertama hasil bumi diletakan dalam perahu kayu yang dihiasi dengan sepasang orang-orangan sebagai symbol kejahatan. Kedua perahu yang sudah berisai hasil bumi ini kemudian diarak keliling kampung guna mengusir mara bahaya yang akan mengganggu desa. Tujuan dari acara Bangka Mbule-mbule adalah untuk mengucapkan syukur sekaligus menghindari bencana seperti : bencana alam, mewabahnya penyakit atau persoalan social yang dapat mengakibatkan gangguan di masyarakat.

5.      Pesta Adat Safara

Pesta Adat Safara adalah Pesta adat masyarakat Tomia yang dilakukan pada setiap Bulan Safar. Penyelenggaran ritual adat tersebut bertujuan untuk mengeratkan tali silaturahmi dan gotong royong serta ungkapan syukur terhadap Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat dan rejekiNya. Ritual ini ditandai dengan acara mandi bersama seluruh warga dengan saling menyiram satu sama lain dengan diawali dengan doa oleh sesepuh adat.

WISATA SEJARAH WAKATOBI

1.       Masjid Agung Bente



Adalah merupakan sebuah peninggalan dan salah satu fakta sejarah masa lampau yang memiliki keunikan tersendiri. Berada ditengah-tengah Benteng Tua seluas tujuh hektar di atas bukit Desa Ollo. Masjid Agung Bente didirikan kurang lebih pada tahun 1401, oleh seorang haji yang bernama H. Pada  merupakan pesiar yang terdampar di Kaledupa karena pada zaman dulu terdapat beberapa pesohor dari Nusa Tenggara Timur yang dua perahu terdampar di Buton dan Kaledupa. H. Pada yang menurut cerita adalah haji yang sembahyang di atas pada (alang-alang) dan sebagaian juaga menafsirkan bahwa H. Pada adalah Haji yang berasal dari Padang.
Pada saat mendirikan Mesjid ada seorang gadis yang berpakaian adat (anak tunggal yang perawan ) dikubur hidup-hidup ditengah mesjid menjadi simbol pusat dari masjid. Masjid Agung Bente telah mengalami renovasi. Bentuk awal dari masjid tersebut beratap alang-alang dan mempunyai satu tiang penyangga. Namun setelah terjadi kebakaran atap masjid diganti atap seng dan tiang penyangga tengahnya empat tiang. Stukur dinding masjid terbuat dari campuran batu dan kapur. Pemugaran perrtama pemugaran pondasi pada tahun 80-an, sedangakan pemugaran lantai dilakukan pada tahun 1995. Jumlah ruas kayu yang ada dalam masjid menggambarkan jumlah tulang yang ada pada manusia. Pintu masuk : tangga Masjid Agung Bente menggambarkan dua kaki manusia sedangkan di depan pintu masuk masjid terdapat beberapa batu yang diletakan sebagai lantai masjid, menggambarkan organ dalam manusia, seperti hati, paru-paru, limpa dan lain-lain. Dibagian depan teras masjid trdapat dua goje-goje (serambi/saung) yaitu tempat bermusyawarah “sarah” dari dua Limbo yaitu sebelah selatan tembat duduknya sarah dari Umbosa dan sebelah timur tempat duduknya sarah dari Slova. Dikedua pinggir tangga masjid terdapat dua buah guci tua tempat mengambil air wudhu. Dulu, kerajaan kaledupa terdiri dari sembilan Limbo, menggambarkan sembilan lubang yang terdapat pada tubuh manusia. terbagi atas lima Limbo dalam benteng dan empat Limbo di luar benteng. Masjid Agung Bente mempunyai dua khotib Umbosa, Siopa dan satu imam. Pembacaan khotbah sama denganpelaksanaan pembacaan khotbah di Masjid Keraton Buton, yaitu pengkhotbahnya memakai jubah dan tongkat serta naskah khotbah digulung. Tiap khotbah kedua menerangkan keadaan kesultaan Buton. Masjid Agung Bente memiliki ukuran panjang pondasi seluruhnya 20 m, lebar pondasi 17,80 m, tinggi pondasi 2 m, panjang bangunan masjid 13,40 m, Lebar bangunan Masjid 13,20 m, dan tinggi bangunan 2 m.

2.       Benteng Liya dan Masjid Keraton Liya



Benteng Liya terletak di Desa Liya Togo Kec. Wangi-Wangi Selatan. Benteng Liya terdiri dari empat lapis dengan 12 Lawa (Pintu), 12 lawa tersebut merupakan pintu keluar yang digunakan masyarakat kerajaan untuk berinteraksi dengan masyarakat sekitarnya.
Benteng Liya dibangun 1538 M atau Abad ke 15 pada masa Syekh Abdul Wahid di atas bukit, jarak benteng dari pinggir laut adalah sekitar 1,5 km. Dengan bentuk jalan yang menyerupai angka 9. Dari benteng terlihat jelas wilayah laut utara, timur dan selatan. Di dalam benteng terdapat Masjid Keraton Liya yang berjarak 8 Km atau 15 menit dari Ibukota Kabupaten, dapat ditempuh menggunakan alat transportasi roda dua dan empat.

3.       Mercusuar



Mercusuar ini dibangun 1901 pada masa penjajahan Belanda. Bangunan masih asli dengan tekstur Belanda. Tujuan dibangun mercusuar ini adalah terciptanya keselamatan pelayaran, karena telah banyak kapal karam di laut wangi-wangi menabrak karang maupun daratan. Pada saat itu tterdapat Kristal sebagai sinar pantulan penunjuk arah navigasi kapal, namun telah diambil oleh perhubungan laut Makasar dan sekarang diganti dengan cahaya petromax.
Lokasi objek wisata ini ada di Desa Waha Kecamatan Wangi-Wangi, dengan jarak ± 8 Km atau dari Ibukota Kabupaten dan dapat ditempuh dengan kendaraan roda dua ± 15 menit. Tinggi Mercusuar ini ± 30 meter dari atas tanah dan 150 meter dari permukaan laut. Dari atas puncak Mercusuar kita dapat melihat Pemandangan Alam Matahari Terbit (Sunrise), pesona pantai Waha, perkampungan penduduka Waha, perkebunan dan beberapa resort seperti Patuno Beach Resort.

4.       Benteng Patua

Benteng Patua adalah salah satu situs sejarah kebudayaan masyarakat Tomia. Benteng tersebut berada di Desa Patua II Kecamatan Tomia, dapat ditempuh dengan kendaraan roda dua dan roda empat ± 15 Menit dari ibukota kecamatan. Benteng Patua berada di atas perbukitan. Benteng Patua menghadap ke arah Pulau Lente’a di Sebelah Timur Pulau Kaledupa. Benteng Patua mempunyai lima Lawa (Pintu), ada Hanta Baruga(tempat pertemuan), Makam Tua berbentuk segi empat, Badili (meriam) dan beberapa makam lainnya.
Di dalam benteng juga ditumbuhi beberapa pohon seperti beringin, kaktus,  dan tumbuhan lainnya. Dahulu benteng ini digunakan sebagai tempat pertahanan dan pemukiman penduduk. Dari atas benteng para wisatawan dapat menyaksikan pemandangan alam dan tampak jelas Pulau Kaledupa dari atas benteng.

5.       Makam Tua dan Kamali

Makam Tua dan Kamali berada di Desa Pale’a Kecamatan Kaledupa Selatan. Makam tua  ini merupakan makam yang dikeramatkan oleh masyarakat setempat, karena makam ini adalah makam Bontona Kaledupa dan Haji Padha. Bontona Kaledupa merupakan orang yang memimpin pemerintahan Barata Kahedupa, yang dilantik oleh Sultan Buton untuk menjaga wilayah Kesultanan Buton dari serangan  dari arah bagian timur Pulau Buton. Sedangkan Haji Padha adalah orang yang pertama menyiarkan agama Islam di Pulau Kaledupa.

Di Makam Tua ini terdapat Rumah Adat Kamali. Rumah Adat tersebut memiliki luas ± 3 x 4 meter, terbuat dari kayu dengan dinding dari bambu. Rumah Adat berbentuk panggung, menggunakan atap daun rumbia. Di bagian atas atap terdapat kayu yang menggambarkan kepala naga. Menurut cerita masyarakat, dahulu Kamali di huni oleh lafero (ular besar).

PAKET EKOWISATA DENGAN “DARIS TOURS”


Detail Produk Paket Ekowisata Di 3 Pulau 4H3M ( Wangi Wangi, Kaledupa, Tomia )

Rombongan tiba di bandara matahora pukul 10.15 WITA, kemudian dijemput oleh team kami kemudian menuju ke Lodge/Homestay/bungalow. Check in, istirahat sebentar, makan siang, kemudian lanjut untuk mengunjungi suku Bajo Mola di Pulau Wangi Wangi,benteng tua,pembuatan sarung tenun Wakatobi, dan melihat budidaya rumput laut. Sore hari nya kembali ke penginapan, hunting sunset, dan makan malam. Istirahat dan acara bebas.

Hari 2- Diving/snorkeling, Puncak Kahiangan (B,L,D)
Rombongan sarapan pagi, kemudian siap siap menuju pulau Tomia untuk melakukan sightseeing ,snorkeling, dan hoping Island. Lalu sore harinya, hunting sunset di Puncak Kahiangan yang terkenal sebagai tempat lokasi syuting mirrors never lies. kemudian kembali ke penginapan di Pulau Tomia untuk makan malam.Istirahat, dan acara bebas.

Hari 3- Culture Trip (B,L,D) Menuju Pulau Kaledupa
Rombongan sarapan pagi dan bersiap siap untuk check out menuju pelabuhan ke Pulau Kaledupa. Sampai di Kaledupa Pukul 11.30 WITA. Check in bungalaw..makan siang,kemudian lanjut culture trip ke Bajo sampela di Pulau Kaledupa. Sore hari nya pukul 18.20 WITA kembali ke bungalaw. Makan malam dan siap siap menonton pertunjukkan tarian tradisional Pulau Kaledupa (Tarian Lariangi).

Hari 4- Tour End (B)
Rombongan bersiap siap untuk meninggalkan Pulau Kaledupa menuju pulau Wangi wangi untuk diantar ke bandara. Pesawat berangkat pukul 10.15 WITA dari Wangi Wangi.

Harga Paket :
2 orang = 5.810.000 / orang
5 orang = 3.650.000 / orang
10 orang = 2.980.000 / orang
20 orang = 2.570.000 / orang

Fasilitas Paket :
1.       Akomodasi di Pulau Wangi Wangi (bajo resort AC),
2.       Akomodasi di Pulau Kaledupa (Simple Homestay/Lodge/Bungalow),
3.       Akomodasi di Pulau Tomia ( Local Homestay AC), 
4.       Makan selama trip
5.       Transportasi selama tour di darat maupun di laut
6.       Tiket Kapal Reguler untuk transfer antar pulau
7.       Antar jemput bandara
8.       Sewa alat snorkeling lengkap sesuai itenerary
9.       Bonus Kaos Wakatobi (cotton combat 24 S)
10.    Free Tour Guide
11.    Bonus Pertunjukkan Tarian Lariangi

Exclude :
1.       Tiket Pesawat PP ( bisa kami bantu siapkan)
2.       Airport tax
3.       Diving+Sewa alat lengkap + Boat + Dive Master ( lisensi 350 rb/dives) Non lisensi (450 rb/dives)—- Pulau Hoga
4.       Diving+Sewa alat lengkap + Boat + Dive Master ( lisensi 550 rb / dives) Non Lisensi ( 600 rb / dives )——– Pulau Tomia

Meeting Point : Pelabuhan Murhum Bau Bau (via Jakarta-Bau Bau) atau Bandara Matahora Wangi Wangi (via Jakarta-Wakatobi)

Notes :
-   Selisih harga tiket pesawat untuk tanggal yang ditentukan, akan menjadi beban peserta.
-   Peserta tour telah memahami dan tidak akan menuntut pihak Hogaristatour bilamana terjadi perubahan schedule / Pembatalan dari pihak maskapai penerbangan secara tiba-tiba, yang mengakibatkan tidak terpakainya sebahagian / seluruh fasilitas tour (force Majeure). Namun akan membantu penyelesaian permasalahan dengan pihak Airlines.
-   Berangkat Min 2 orang.
-   Biaya yang timbul akibat upgrade hotel, resto dll akan menjadi beban peserta.
-   Tidak ada pengembalian biaya untuk layanan yang tidak terpakai

Satu kali Trip maksimal 20 orang